@article{Wardhana Windro Saputro_2018, title={Bayān ʿan al-Mukhaṣṣiṣāt al-Muttaṣilah}, volume={8}, url={https://jurnal.stai-ali.ac.id/index.php/Alfawaid/article/view/50}, DOI={10.54214/alfawaid.Vol8.Iss2.50}, abstractNote={<p>Lafal-lafal dalam Bahasa Arab, khususnya dalam atau teks agama baik itu di dalam ayat-ayat al-Qur’an maupun teks hadis, masing-masing memiliki bentuk dan arah tersendiri yang menuntun/menunjuk pada maknanya yang dikenal dengan <em>dilālah</em>. Para ulama <em>ʾUṣūl Fiqh</em> semenjak dikenalnya ilmu ini, telah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap bentuk-bentuk petunjuk/<em>dilālah</em> tersebut. Di antara bentuk-bentuk petunjuk/ <em>dilālah</em> yang senantiasa dibahas adalah bentuk umum dan khusus atau dikenal dengan istilah <em>takhṣīṣ al-ʿĀm</em> yaitu penjelasan bahwa yang dimaksud dari sebuah lafal yang bersifat umum adalah bukan seluruhnya, namun sebagian dari keumuman lafal tersebut. Syarat bolehnya suatu takhṣīṣ/pengkhususan adalah adanya petunjuk yang jelas yang dikenal dengan istilah <em>dalīl mukhaṣṣiṣ</em>. <em>Mukhaṣṣiṣ</em> terbagi menjadi 2 jenis jika dilihat dari keterkaitannya dengan teks kalimat: yaitu <em>mukhaṣṣiṣ munfaṣilah</em> (terpisah) dan <em>mukhaṣṣiṣ muttaṣilah</em> (tersambung). <em>Mukhaṣṣiṣ muttaṣilah</em> adalah suatu petunjuk yang tidak berdiri sendiri namun dia terkait dengan teks kalimat dan merupakan bagian darinya. Ada banyak bentuk <em>mukhaṣṣiṣ muttaṣilah</em> yang disebutkan oleh para ulama, namun seluruhnya terangkum dalam 5 bentuk yaitu : <em>Istithnāʾ</em> (pengecualian), <em>Sharṭ</em> (syarat), <em>Ṣifah</em> (sifat), <em>Ghāyah</em> (batas), <em>Badal</em> (pengganti). Makalah ini akan menjelaskan tentang masing-masing bentuk mukhaṣṣiṣ muttaṣilah baik secara definisi, perangkat dan hukum-hukum yang terkait dengannya.</p>}, number={2}, journal={Jurnal Al-Fawa’id : Jurnal Agama dan Bahasa}, author={Wardhana Windro Saputro, Oscar}, year={2018}, month={Sep.}, pages={59-81} }